Senin, 26 Maret 2012

PENGOLAHAN SEKUNDER

PENGOLAHAN SEKUNDER

Pengolahan sekunder adalah pengolahan secara biologis dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme seperti bakteri, alga, jamur dan protozoa. Mikroba tersebut mengkonsumsi polutan organik biodegradable dan mengkonversi polutan organik tersebut menjadi karbondioksida, air dan energi untuk pertumbuhan dan reproduksinya, yang secara umum bertujuan untuk mengkoagulasikan serta mengambil padatan koloid yang tidak bisa mengendap. Di samping itu cara ini bertujuan untuk mengstabilkan bahan – bahan organik. Pengolahan ini berupa pemurnian air limbah yang melibatkan beberapa organisme yang bisa mengurangi polusi. Oleh karena itu, sistem pengolahan limbah cair secara biologis harus mampu memberikan kondisi yang optimum bagi mikroorganisme, sehingga mikroorganisme tersebut dapat menstabilkan polutan organik biodegradable secara optimum. Guna mempertahankan agar mikroorganisme tetap aktif dan produktif, mikroorganisme tersebut harus dipasok dengan oksigen yang cukup (untuk proses aerobik), cukup waktu untuk kontak dengan polutan organik, temperatur dan komposisi medium yang sesuai. Jika kondisi lingkungannya cocok, beberapa jenis bakteri dan mikroorganisme yang lain akan bisa berkembang. Proses ini bisa berjalan dengan baik terutama pada bahan – bahan polutan yang bersifat organik. Perombakan terjadi bisa pada suasana aerob ( dengan adanya oksigen ) dengan hasil akhir yang berupa CO2 , Nitrit, Nitrat dan beberapa sulfida. Sebaliknya pada suasana yang anaerob karbin organik akan diubah menjadi CO2 , CH4 , nitrat menjadi N2 dan NH3, belerang menjadi H2s sebagai hasil dari proses degradasi secara anaerobik akan terjadi bau yang tidak sedap dan gas – gas yang berbahaya. Dispersi dari gas – gas tersebut harus dihindari. Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob.  Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi lebih ekonomis.

Beberapa reaktor yang bisa digunakan :
I. Dispersed Growth – suspended organisme
   ( pertumbuhan terdispersi – mikroorganisme tersuspensi )
    Activated sludge ( lumpur aktif)
    Oxidation ditches ( parit oksidasi)
    Aerated lagoons (kolam aerasi)
II. Fixed Growth – attached organisme
( pertumbuhan menetap-mikroorganisme menempel)
    Trickling filters (saringan menetes)
    Rotating Biological Contactors (RBC)

1.    Lumpur Aktif ( Aktivated Sludge )
Pengolahan limbah dengan sistem lumpur aktif mulai dikembangkan di Inggris pada tahun 1914 oleh Ardern dan Lockett, dan dinamakan lumpur aktif karena prosesnya melibatkan massa mikroorganisme yang aktif, dan mampu menstabilkan limbah secara aerobik. Istilah lumpur aktif diterapkan baik pada proses maupun padatan biologis di dalam unit pengolahan.
Cairan dari tahap pengolahan primer memasuki bak yang mengandung lumpur aktif – sebuah massa organisme yang umumnya adalah bakteri (seperti spesies dari Acinetobacter dan Alcaligenes, Sphaerotilus natans dan Zoogloea ramigera) dan protozoa; protozoa ini antara lain siliata (seperti Aspidisca, Carchesium, Opercularia, Trachelophyllum, Vorticella), flagellata, dan amoeba testat Cochliopodium dan Euglypha – amoeba sering ditemukan dalam jumlah besar dan kadang menjadi komponen utama dalam biomassa ini. Organisme lain yang ada antara lain jamur, rotifer dan nematoda.
Prinsip kerja dari reaktor ini adalah memasukkan efluen yang akan diolah kedalam sebuah tangki yang diaerasi dengan pengaduk mekanis atau udara yang digelembungkan. Dengan cara ini akan terjadi percampuran dengan masa bakteri yang menggerombol yang dijaga agar selalu berada dalam suspensi. Setelah waktu kontaknya cukup campuran dijernihkan dengan proses sedimentasi dan lumpur yang terjadi didaur ulang pada tangki aerasi dan kelebihan lumpur dikeluarkan dari aliran dan dicampur dengan lumpur primer. Proses ini mempunyai keuntungan karena tidak memerlukan lahan yang luas serta problem baru bisa dihindari sebab selalu terjadi suasana yang aerob dan dapat dipakai untuk mengolah limbah dengan bebab BOD yang tinggi. Sedangkan kelemahan dari proses ini adalah perlu pengontrolan yang relatif ketat sebab bagian lumpur yang didaur ulang harus selalu dikontrol jumlahnya agar diperoleh perbandingan yang tepat antara jumlah makanan dan jumlah mikroorganisme yang ada.

        
Gambar 1. Proses Lumpur Aktif

2.    Parit Oksidasi ( Oxidation ditch )
Oxidation ditch adalah bak berbentuk parit yang digunakan untuk mengolah air limbahdengan memanfaatkan oksigen (kondisi aerob). Kolam oksidasi ini biasanya digunakan untuk proses pemurnian air limbah setelah mengalami proses pendahuluan.
Prinsip kerja dari reaktor ini sama dengan proses lumpur aktif hanya aliran limbahnya dibuat seperti aliran pada parit yang bergelombang. Bedanya reaktor ini biasanya untuk mengolah limbah yang relatif lebih encer.
Kelebihan : Biaya rendah
Kekurangan :Membutuhkan lahan yang luas, efisiensi penurunan zat organik sangat terbatas, (influen + 200 mg/lt BOD, efluen + 50 mg/l BOD) dan masih mengandung zat padat tersuspensi yang tinggi dari adanya algae (100 – 200 mg/l), efisiensi tidak stabil (menurun pada malam hari) karena proses photosyntesa terhenti.

        
Gambar 2. Proses Oxidation Ditch

3.    Aerated lagoons (kolam aerasi)
Lagun Aerasi merupakan unit penanganan biologic dimana kebutuhan oksigen dipenuhi dengan peralatan aerasi mekanik. Suplai oksigen secara kontinyu mendukung lagun aerasi untuk menangani air limbah per unit volume per hari. Lagun adalah sebuah kolam yang dilengkapai dengan aerator, sistem lagun mirip dengan kolam oksidasi. Lagoon adalah sejenis kolam tertentu dengan ukuran yang luas dan mampu menampung limbah cair dalam volume besar juga karena terjadinya proses oksidasi alamiah dan fotosintesa algae.
Reaktor ini berupa lagun ( kolam ) yang diatur supaya suasana aerobik dengan jalan pengadukan mekanis ataupun penggelembung udara.
Kelebihan : Biaya pemeliharaan rendah, Effluent yang dihasilkan baik, Biaya instalasi awal rendah dan tidak menimbulkan bau.
Kekurangan : Masih membutuhkan lahan yang luas, walaupun lebih kecil jika dibandingkan dengan kolam oksidasi dan membutuhkan energi yang besar, karena disamping untuk suplai oksigen juga untuk pengadukan secara sempurna, khususnya yang aerobic penuh.
    
Gambar 3. Lagun Aerobik

4.    Filter menetes ( Tricling Filter )
Prinsip kerja dari reaktor ini adalah melewatkan air limbah yang dialirkan melalui tumpukan masa yang berpori – pori atau bahan yang berongga yang berlaku sebagai penyangga mikroorganisme. Bahan tersebut dapat berupa potongan – potongan batu, silika, arang, pozzolan ataupun bahan isian dari plastik yang berukuran antara 40 -80 mm. Permukaan batuan ini mengandung lapisan (film) mikroorganisme – biasanya, bakteri Zoogloea ramigera dan spesies protozoa bersilia (seperti Carchesium, Chilodonella, Opercularia dan Vorticella). (Hewan juga boleh ada, seperti rotifer, udang-udangan, serangga dan laba-laba.) Oksigen yang diperlukan untuk menjaga suasana aerobik pada seluruh biomasa yang diperoleh secara ventilasi ilmiah. Kelebihan dari reaktor ini adalah tidak memerlukan lahan yang luas serta mudah pengoprasiannya. Tetapi alat ini mempunyai kelemahan yaitu tidak bisa diisi dengan beban volume yang tinggi mengingat masa biologi pada filter akan bertambah banyak sehingga bisa menimbulkan penyumbatan filter. Disamping itu karena suplay oksigen secara alamiah maka akan ada bagian yang tidak terkena oksigen secara langsung yang akan berakibat timbulnya kondisi yang anaerobik. Hal ini bisa berakibat timbulnya bau yang tidak sedap.
     
                                 Gambar 4. Metode Trickling Filter .
5.    Rotating Biological Contactors (RBC)
Rotating Biological Contactor (RBC) adalah suatu proses perngolahan air limbah secara biologis yang terdiri atas disc melingkar yang diputar oleh poros dengan kecepatan tertentu. Unit pengolahan ini berotasi dengan pusat pada sumbu atau as yang digerakkan oleh motor drive system dari diffuser yang dibenam dalam air limbah, dibawah media.
Cara Kerja: Mekanisme aerasi terjadi ketika mikroba terpapar oksigen di luar air limbah sehingga terjadi pelarutan oksigen akibat difusi. Sesaat kemudian, mikroba ini tercelup lagi ke dalam air limbah sekaligus memberikan oksigen kepada mikroba yang tersuspensi di dalam bak. Bersamaan dengan itu terjadi juga reintake material organik dan anorganik yang merekat didalam biofilm. Tetesan air berbutir-butir yang jatuh dari media plastik dan bagian biofilm yang merekat dipermukaan plastik juga memberikan peluang reaerasi. Begitu seterusnya secara kontinyu 24jam sehari, ada yang bagian terendam, ada bagian yang terpapar oksigen.
Kelebihan : Mudah dioperasikan, mudah dalam perawatan, tidak membutuhkan banyak lahan dan beberapa variasi parameter dapat di kontrol seperti kecepatan putaran disc, resirkulasi, dan waktu detensi.
Kekurangan : Kerusakan pada materialnya seperti as, coupling, bearing, rantai, gear box, motor listrik, Biaya kapital dan pemasangan mahal dan biaya investasi mahal jika debit airnya besar.

    

      Gambar 5. Rotating Biological Contactor    
    Waktu tinggal limbah cair dalam reaktor – reaktor tersebut bisa bervariasi dari beberapa jam sampai dengan beberapa hari.

KESIMPULAN
1.    Pengolahan sekunder adalah pengolahan  secara biologis dengan melibatkan beberapa mikroorganisme yang bisa mengurangi polusi.
2.    Perombakan terjadi bisa pada suasana aerob maupun anaerob.
3.    Beberapa reaktor yang bisa digunakan antara lain : Activated sludge ( lumpur aktif), Oxidation ditches ( parit oksidasi), Aerated lagoons (kolam aerasi), Trickling filters (saringan menetes), Rotating Biological Contactors (RBC).